admasyitoh.com

Langkah Kecil demi Indonesia yang Lebih Ramah Lingkungan dan Minim Sampah

1 comment

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Fakta ini pula yang menjadi alasan logis di balik banyaknya sampah yang dihasilkan di Indonesia. 

Indonesia Darurat Sampah

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengakui bahwa pada tahun 2020 jumlah produksi sampah di Indonesia mencapai 67,8 juta ton. Artinya dalam sehari ada sekitar 185,753 ton sampah yang dihasilkan oleh 270 juta orang di negeri ini. Kebayang nggak tuh banyaknya?!

Buruknya sistem pengelolaan sampah di Indonesia juga turut memperparah kondisi ini. Saat ini belum ada sistem dan regulasi pengelolaan sampah yang canggih dan memadai seperti di negara-negara maju. Ditambah lagi dengan kurangnya kesadaran masyarakat terkait isu lingkungan. Masalah sampah seolah menjadi PR berkepanjangan yang entah kapan rampungnya.

Berdasarkan data dari KLHK tahun 2020, sampah sisa makanan (sekitar 40%) mendominasi jenis timbunan sampah nasional. Umumnya berasal dari rumah tangga. Sedangkan sampah plastik (17, 2%) menduduki posisi kedua, disusul dengan sampah organik seperti kayu, daun dan ranting tumbuhan (14%). Sampah kertas dan karton (12%) juga menyumbang populasi yang cukup besar di urutan keempat.


Melihat kondisi rakyat Indonesia saat ini, di mana banyak orang masih menderita kelaparan dan jauh dari kesejahteraan, miris rasanya melihat timbunan-timbunan sampah yang menjulang tinggi di TPA-TPA. Sekian banyaknya sampah makanan yang dibuang sia-sia, diperhitungkan dapat menghidupi 28 juta jiwa atau 11 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

Pun demikian dengan sampah plastik nasional, yang ternyata terbesar kedua di dunia! Tentu capaian ini bukan prestasi yang patut dibanggakan. Berdasarkan data National Plastic Action Partnership (NPAP), dari sekian banyak sampah di Indonesia, setidaknya ada 4,8 juta ton sampah plastik per tahun yang tidak terkelola dengan baik. Sampah-sampah plastik ini dibakar di ruang terbuka (48%), tidak dikelola dengan layak di tempat pembuangan resmi (13%), lalu sisanya mencemari saluran air dan laut (9%).

Sampah-sampah yang ada di sekitar kita, entah menggunung di TPA, menumpuk di saluran air, maupun mencemari lautan, tentu berdampak buruk bagi makhluk hidup. Lingkungan menjadi tidak sedap dipandang, menimbulkan polusi bau, serta sumber penyakit bagi manusia. 

Sementara bagi makhluk hidup lain seperti tumbuhan, hewan dan biota laut, sampah tentu saja mengganggu dan mengancam kesehatan mereka. Pernah mendengar penyu terjerat sampah plastik atau makan sampah plastik 'kan? Ini hanya salah satu contoh dari bencana besar yang ditimbulkan oleh sampah.

Saatnya Berubah Menjadi Lebih Baik

Mari kita merenung lebih dalam! Dulu, sebelum peradaban semodern dan semaju sekarang, orang-orang membuat plastik untuk memudahkan aktivitas sehari-hari, sehingga tidak perlu lagi memakai kayu dan aneka logam. Manusia juga tidak perlu lagi kesusahan mengemas makanan dengan daun karena ada bungkus plastik yang praktis dan mudah digunakan.

Kita memang patut bersyukur dengan kemudahan-kemudahan yang telah ditemukan ini. Tapi coba pikirkan kembali! Teknologi-teknologi tersebut dibuat dengan tujuan untuk membantu pekerjaan dan mengurangi beban manusia. Jika saat ini pada akhirnya justru menimbulkan sampah yang menyusahkan manusia, apakah teknologi-teknologi tersebut masih relevan?

Memang, kita tidak mungkin lepas begitu saja dari plastik dan sampah. Tetapi kita masih mungkin mengupayakan untuk mengurangi jumlahnya. Tidak semua yang dulu diterapkan relevan dengan kondisi sekarang.

Seperti slogan "Buanglah sampah pada tempatnya!" Slogan yang sudah sangat lazim kita dengar bahkan sejak di bangku sekolah dasar. Tulisannya dipajang di mana-mana, di dinding sekolah, di toilet umum, di taman-taman dan fasilitas publik lainnya. Slogan ini tanpa kita sadari membuat orang berpikir pendek, nggapapa dikantongin kresek aja, nanti ketemu tong sampah tinggal buang.

Kasusnya serupa dengan menulis poster di atas kertas bertuliskan "Selamatkan Pohon. Pohon adalah jantung dunia." Sedangkan manusia membuat kertas dengan menebang pohon. Ironis 'kan?

Budaya membuang sampah pada tempatnya memang baik, tetapi itu dulu. Sekarang? Rasanya kurang relevan, meski tidak sepenuhnya salah. Setelah sampah-sampah ini kita buang di tong sampah, lantas bagaimana selanjutnya? Apakah akan hilang dengan sendirinya? 

Jawabannya sudah jelas teman-teman. Sampah-sampah ini pada akhirnya hanya berpindah tempat. Diangkut oleh truk sampah, lalu dipindahkan ke TPA. Di TPA tidak langsung diolah, bahkan tak jarang dibiarkan menggunung begitu saja karena belum ada prosedur yang jelas.

Kalau setiap hari begitu, lalu terakumulasi berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, maka gunungan sampah akan menjadi bom waktu. Suatu saat akan menjadi bencana besar, yang sekarang sebetulnya sudah mulai kita rasakan. Perubahan iklim, suhu Bumi yang makin panas, dan bencana banjir adalah beberapa dampak nyata dari problematika per-sampah-an ini.

Lantas, bagaimana solusinya? Saya bukan pakar yang ahli untuk membahas solusi permasalahan ini. Tetapi dengan belajar dari berbagai forum peduli lingkungan yang saya ikuti, semuanya menjurus dan sepakat pada satu poin penting yaitu mengurangi sampah. Dengan tanggung jawab dan kesadaran yang tinggi, sebetulnya kita mampu menekan jumlah produksi sampah nasional.

Sekarang saatnya kita berubah. Mengubah pola pikir dan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan dan minim sampah. Kita harus bahu-membahu dan optimis untuk mengatasi masalah ini bersama-sama. Apakah kamu siap berjuang? Apa saja yang sudah kamu lakukan untuk mencintai lingkungan dan bumi ini? Yuk, lebih bijaksana lagi di dunia per-sampah-an!

Langkah Sederhana untuk Mengurangi Sampah di Indonesia

Sebagai individu, kita mungkin tidak akan mampu menyelesaikan permasalahan sampah nasional sendirian. Tetapi bersama-sama, kita dapat membantu mengatasi dengan mengurangi jumlahnya.

Mulailah dari diri sendiri dan lingkungan terdekat kita. Dari yang paling kecil dan sederhana. Seperti membawa tas sendiri untuk belanja, membawa botol minum sendiri daripada air minum dalam kemasan sekali pakai, membawa kotak makan sendiri yang dapat digunakan berulang-ulang, tidak memakai sedotan plastik, hingga mengganti tisu kertas dengan kain sapu tangan.

Langkah-langkah sederhana ini terlihat sepele. Namun jika dilakukan oleh banyak orang, maka dampaknya cukup terasa di lingkungan masyarakat secara umum.

Isu pemanasan global dan perubahan iklim yang mencuat beberapa tahun ini menjadi alasan utama bagi saya untuk belajar lebih mencintai lingkungan. Kalau dirunut lebih jauh, maka ketakutan dan kekhawatiran akan masa depan generasi berikutnya adalah alasan lain yang menguatkan saya untuk semakin peduli dengan kondisi Bumi. Beberapa tahun ini, langkah-langkah kecil yang saya sebutkan di atas telah saya upayakan semaksimal mungkin.

Tetapi saya tidak ingin ikhtiar ini berhenti sampai di sini. Meskipun bukan gunungan emas permata, setidaknya saya tidak ingin mewariskan gunungan sampah bagi anak cucu saya nanti. Untuk itulah upaya-upaya mengurangi sampah terus saya lakukan. 

Cara-cara berikut ini semoga dapat memberikan inspirasi bagi teman-teman yang saat ini juga tengah berjuang melawan sampah. Semoga bermanfaat, ya!

1. Memakai clodi (cloth diaper) atau popok kain modern


Tahukah teman-teman bahwa popok sekali pakai atau pospak adalah penyumbang sampah terbesar kedua di lautan? Menurut Ecoton, sekitar 3 juta sampah popok dibuang di perairan sungai pulau Jawa setiap harinya. Padahal kita tahu, pospak dibuat dari material utama plastik yang tidak mudah terurai. Semahal apapun harganya, popok-popok ini tetap terbuat dari plastik. Oleh karena itu, penggunaan clodi adalah pilihan yang tepat untuk menekan jumlah sampah popok yang dihasilkan di Indonesia.

Sejak si kecil lahir tahun lalu, saya sudah bertekad untuk memakaikannya clodi dan sebisa mungkin mengurangi pemakaian pospak. Clodi atau cloth diaper adalah popok kain modern yang dapat dipakai berulang-ulang. Teman-teman tidak perlu khawatir, clodi dilapisi dengan outer waterproof yang mencegah kotoran bayi rembes atau bocor.

Saat ini semakin banyak clodi yang beredar di pasaran. Di Indonesia sendiri ada banyak merk lokal yang dapat dipilih sesuka hati dan kualitasnya tidak kalah dengan clodi impor. Komunitas dan kelas berclodi juga semakin banyak, seolah-olah clodi telah menjadi tren baru di dunia fashion anak dan parenting.

Nyatanya clodi memang memberikan banyak dampak positif mulai dari sisi finansial, kesehatan hingga yang paling utama ramah lingkungan. Dengan memakai clodi, sampah plastik dari popok sekali pakai benar-benar berkurang di lingkungan rumah tangga.

Bayangkan jika upaya ini dilakukan oleh semua orang tua di Indonesia. Sungai-sungai dan lautan di negara kita pasti akan lebih bersih dan tidak dijumpai sampah popok yang tersangkut di bebatuan maupun terdampar di pantai.

2. Beralih ke menscup dan menspad kain


Serupa dengan popok sekali pakai, pembalut kewanitaan atau sanitary pads juga terbuat dari material utama plastik. Sampah pembalut juga menjadi penyumbang sampah terbesar di Indonesia. Melansir dari sustaination.id, di Indonesia ada sekitar 26 ton sampah pembalut yang dibuang setiap hari.

Bagi saya pribadi, sanitary pads adalah kebutuhan wanita yang wajib ada demi kebersihan dan kesehatan para wanita itu sendiri. Oleh karena itu, sanitary pads tidak mungkin dihindari atau dihilangkan. 

Tetapi jika mengingat kembali dampaknya pada lingkungan, maka timbul penyesalan dan rasa berdosa dalam diri saya karena selama ini telah menggunakan pembalut sekali pakai bertahun-tahun lamanya.

Untuk menebus rasa bersalah tersebut, belum lama ini saya beralih pada produk yang lebih ramah lingkungan. Jika anak saya memakai clodi untuk menyelamatkan Bumi, maka saya pun tidak mau kalah dan memilih memakai menstrual cup serta pembalut kain (menspad) modern.

Saya menyesal karena baru mengenal menscup dan menspad kain beberapa tahun terakhir. Setelah merasakan sendiri, ternyata dampak menscup dan menspad kain sangat positif bagi aktivitas saya sehari-hari. Selain nyaman dan sehat, kapan lagi kita dapat berkontribusi untuk menyelamatkan Bumi?

3. Ecofashion atau sustainable fashion


Tidak banyak masyarakat yang sadar bahwa budaya konsumtif dalam berbusana ternyata dapat mengancam kelestarian lingkungan. Kalau berselancar di Google tentang fast fashion, teman-teman mungkin akan mendapati hasil mencengangkan. Industri tekstil dan fashion ternyata turut menyumbang sampah yang besar jumlahnya.

Berdasarkan laporan dari International Union for Conservation of Nature yang dilansir oleh parapuan.co, tahun 2017 sampah tekstil menjadi sumber polutan mikroplastik terbesar di lautan seluruh dunia. 

Sejalan dengan hal ini, temuan Changing Markets Foundation yang dirilis Juni 2021 lalu menunjukkan bahwa industri busana bertanggung jawab atas setidaknya 20 persen pencemaran di perairan dunia.

Nah, berdasarkan fakta-fakta ini, sangat tepat kiranya jika kita mulai beralih dari fast fashion menuju low fastion atau ecofashion yang lebih sustainable. Mari kita mulai dari mengurangi budaya konsumtif! Tidak perlu selalu mengikuti tren fashion yang tidak ada habisnya.

Daripada beli pakaian baru, kenapa tidak kita pakai kembali pakaian-pakaian yang sudah menumpuk di lemari? Kalau memang tidak perlu, kenapa harus membeli baju baru? 

Kalau memang harus banget pakai baju baru, cobalah untuk meminjam lebih dulu. Dari teman, sahabat, atau keluarga misalnya. Atau tukar-pakai dengan orang lain, seperti yang dikampanyekan oleh zerowaste.id beberapa waktu lalu. Atau mencoba thrifting, membeli pakaian second-handed yang sebetulnya masih terjaga kualitasnya.

Jika memang harus membeli baju baru, maka pilihlah busana yang terbuat dari bahan-bahan organik, seperti katun, bambu dan wol. Bahan-bahan ini dapat terurai secara alami dalam waktu relatif singkat. Pilihlah juga busana dengan pewarna alami yang memanfaatkan tumbuh-tumbuhan untuk proses pewarnaanya. Itulah beberapa tips yang diberikan oleh khayaheritage.id.

4. Food planning and preparation


Seperti yang dikemukakan sebelumnya, sampah makanan dari rumah tangga adalah penyumbang sampah terbesar di Indonesia. Sebagian orang berpikir bahwa sampah sisa makanan tidak berbahaya karena berupa bahan organik yang dapat terurai sendiri di alam. 

Anggapan ini tidak sepenuhnya benar. Meski dapat terdekomposisi dengan sendirinya dalam waktu relatif singkat, sisa makanan tetap mengancam kelestarian lingkungan.

Dekomposisi atau pembusukan sampah organik di TPA menghasilkan gas metana (CH4) yang merupakan gas rumah kaca. Itulah mengapa sampah sisa makanan tetap harus dikurangi demi menekan jumlah emisi gas rumah kaca yang berpotensi menaikkan suhu Bumi.

Membuat perencanaan dan persiapan menu masakan di rumah dapat menjadi salah satu cara ampuh. Dengan merencanakan menu sebaik mungkin, kita tidak akan membeli bahan makanan secara berlebihan yang pada akhirnya justru terbuang dan mengendap di tempat sampah. Jangan lupa juga untuk membudayakan piring kosong! Habiskan makananmu, agar tidak ada sisa makanan yang terbuang sia-sia dan malah menjadi gas metana!

5. Menggunakan kembali barang-barang di rumah


Recycle atau mendaur ulang sampah menjadi produk yang berdaya guna terbukti dapat mengurangi jumlah sampah. Misalnya, menggabungkan dan menjahit kembali baju-baju yang sudah tidak muat menjadi selimut, isian bantal atau kerajinan tangan. Botol-botol plastik kemasan air minum yang dulu pernah kita kumpulkan juga dapat diolah menjadi pot-pot tanaman yang cantik.

Teman-teman juga dapat menemukan ide dari superapp.id. Botol-botol bekas dapat dikreasikan menjadi vas tanaman, hiasan lampu, wall decor, hingga sovenir yang cantik. Tidak hanya mengurangi sampah, aktivitas ini juga mampu menjadi peluang usaha dan mendatangkan cuan, lho!

Bahkan saat ini ada pula komunitas atau lembaga yang secara sukarela mengolah sampah yang kita kirimkan. Waste4change salah satunya. Mereka bersedia mengolah wadah bekas kosmetik dan produk skincare yang kita kirimkan. Teman-teman cukup mencuci atau membersihkan wadah bekas yang telah dikumpulkan, lalu masukkan dalam kotak karton sebelum dikirimkan dan dikelola. Tertarik mencoba?

6. Mengurangi hobi jajan di luar


Plastik kemasan makanan adalah salah satu contoh sampah yang sering sekali kita jumpai di sekitar kita. Di lingkungan saya sendiri, sampah kemasan snack dan detergen hampir tiap hari berserakan di sekitar rumah. Seperti tidak ada habisnya. Meski sudah dibersihkan setiap hari, tetap selalu muncul lagi dan lagi, entah dari mana asalnya.

Yang paling parah adalah ketika hujan tiba. Sampah-sampah ini sering kali menyumbat saluran drainase dan akhirnya menyebabkan genangan air hujan.

Memang tidak mudah mengajak orang lain untuk sadar betapa buruknya sampah plastik ini. Tetapi setidaknya kita dapat memulai dari diri sendiri. Dengan tidak jajan di luar, jajan makanan dalam kemasan sekali pakai, kita sudah berpartisipasi dalam upaya mengurangi sampah plastik. Minimal sampah di lingkungan rumah kita berkurang. Siapa tahu suatu saat orang-orang di sekitar kita dapat mengikuti dan terinspirasi.

Jika memang perlu jajan di luar, upayakan untuk membawa wadah makanan sendiri. Lagipula, makanan yang mengandung banyak aditif dan pengawet tidak baik bagi kesehatan dalam jangka panjang. Jajanan tradisional yang dijual olah masyarakat lokal cenderung lebih aman, sekaligus membantu meningkatkan perekonomian mereka. Kita juga diperbolehkan membawa wadah makan sendiri untuk mengemasnya.

7. Bergabung dengan komunitas peduli lingkungan


Gaya hidup nol sampah, atau zerowaste lifestyle, belakangan menjadi tren yang banyak kita jumpai di sekitar kita. Sejumlah orang mulai sadar pentingnya menjaga lingkungan dan mengurangi sampah. 

Saat ini banyak pula komunitas yang mulai gencar berkampanye tentang cinta lingkungan. Bergabung dengan komunitas-komunitas seperti ini dapat menyadarkan dan membuka wawasan tentang isu lingkungan yang sedang kita hadapi.

Selain menambah relasi, adanya rekan yang seperjuangan juga dapat menjaga semangat dan motivasi kita untuk terus belajar, berproses dan berdaya demi kelestarian lingkungan.

Komunitas-komunitas ini tidak hanya mewadahi para aktivitis dan pecinta lingkungan. Mereka juga sering kali mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian alam, termasuk mengurangi produksi sampah. Edukasi yang diberikan dapat berupa seminar, workshop, maupun sosialisasi melalui media sosial dengan konten-konten yang kreatif dan atraktif. Sudah follow sosial media mereka?

Salah satu komunitas yang saya ikuti, yaitu Mama Berclodi, sering kali mengadakan forum diskusi dan sharing seputar clodi hingga gaya hidup zerowaste. Narasumber-narasumbernya pun orang-orang yang memang ahli dan berpengalaman di bidangnya. Bagaimana dengan teman-teman? Komunitas apa yang sudah diikuti?

Kesimpulan

Indonesia dikenal sebagai negara dengan berbagai kelebihan dan sumber dayanya. Sayangnya, belum ada sistem pengelolaan sampah yang canggih layaknya negara-negara maju, menyebabkan jumlah produksi sampah nasional tertinggi ketiga di dunia. Timbunan sampah di TPA atau yang mencemari perairan dapat menimbulkan bencana besar jika tidak ditangani dengan baik.

Permasalahan sampah adalah tanggung jawab dan PR bagi semua pihak. Kita sebagai individu dan masyarakat Indonesia wajib mendukung setiap usaha untuk menanggulangi masalah ini. Dimulai dari yang paling kecil dan sederhana, dari diri sendiri dan keluarga kita. 

Dibutuhkan kesadaran tinggi untuk merealisasikan upaya ini. Membuat aturan hukum dan undang-undang untuk regulasi pengelolaan sampah nasional adalah tugas lembaga pemerintah. Tugas kita adalah mengawal dan mendukung prosesnya agar cita-cita Indonesia minim sampah dapat terwujud kelak.

Referensi

  1. https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/
  2. https://zerowaste.id/minim-sampah-rumah-tangga/mengurangi-sampah-popok-mengolahnya-menjadi-pupuk/
  3. https://sustaination.id/stop-menggunakan-pembalut-sekali-pakai/
  4. https://www.parapuan.co/read/532798252/jangan-disepelekan-ini-dampak-fast-fashion-dan-perilaku-konsumtif-pada-ancaman-limbah-pakaian
  5. https://waste4change.com/blog/berikut-daftar-gas-gas-rumah-kaca-yang-dihasilkan-sampah/
  6. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/29/mayoritas-sampah-nasional-dari-aktivitas-rumah-tangga-pada-2020
  7. https://indonesia.go.id/kategori/indonesia-dalam-angka/2533/membenahi-tata-kelola-sampah-nasional
  8. https://www.beritasatu.com/amp/nasional/792091/48-juta-ton-per-tahun-sampah-plastik-di-indonesia-tidak-dikelola-dengan-baik
  9. https://tekno.tempo.co/amp/1521617/5-negara-ini-penyumbang-sampah-plastik-terbesar-di-dunia-indonesia-urutan-ke-3
  10. https://www.idxchannel.com/amp/economics/indonesia-penyumbang-sampah-terbesar-kedua-di-dunia-limbah-makanan-mendominasi
Alfia D. Masyitoh
Sometimes you may find me as Marcellina Kim. Lifestyle blogger, content writer and clodi enthusiast who loves EXO Baekhyun and SF9 Rowoon. Part of EXO-L and Fantasy.

Related Posts

1 comment

  1. wah prihatin bgt nih dg kondisi sampah di Indonesia yang ternyata masuk dalam 3 besar produksi sampah plastik di dunia.. miris bgt..
    pengelolaan sampah ini emang munculnya dari kesadaran diri sendiri dulu, dari hal sampah2 kecil.. baru deh kita bisa mengakumulasi pengelolaan sampah plastik dg kuantitas yg lebih besar...

    manusia Indonesia saat ini menurut sya udah krisis kesadaran dg keberadaan sampah2 disekitarnya..

    ReplyDelete

Post a Comment