admasyitoh.com

Bring Rahardjo: Pilihan Tepat untuk Berburu Kuliner Jadul di Kota Batu

4 comments

Kota yang dijuluki De Kleine Switzerland (Swiss Kecil di Pulau Jawa) ini seolah tidak pernah habis pesona dan daya tariknya. Sejak dinobatkan sebagai kota wisata beberapa tahun silam, Batu terus berusaha mengembangkan potensi daerahnya dalam rangka menghadirkan obyek tujuan pariwisata yang menarik dan bisa dinikmati berbagai kalangan. Tidak sedikit destinasi wisata kota ini yang sudah kondang, baik di dalam negeri maupun manca negara. Sebut saja Museum Angkut, Museum Satwa dan Dino Park, yang digadang-gadang termasuk dalam daftar museum terbesar di Asia bahkan dunia. Ada juga Eco Green Park, Batu Secret Zoo, Jawa Timur Park 1 serta Predator Fun Park yang tidak kalah menarik untuk dikunjungi bersama keluarga. Serta masih banyak lagi tempat-tempat wisata yang patut dieksplorasi ketika berkunjung ke kota ini. Hawanya yang dingin, sejuk segar memang menjadi magnet tersendiri bagi kota yang juga dijuluki sebagai Kota Apel ini. Tercatat suhu udara rata-rata di daerah ini berkisar antara 11-20 derajat Celsius. Tidak heran jika kota ini sering dijadikan tujuan pelarian oleh wisawatan domestik maupun asing untuk menghabiskan waktu liburan, jauh dari ingar-bingar kota metropolitan. Penduduk asli kota ini pasti sudah sangat hafal kondisi lalu lintas yang macet setiap akhir pekan atau waktu libur panjang. Akses menuju tempat-tempat wisata pasti dipadati oleh kendaraan-kendaraan berplat nomor luar daerah.

Menariknya, Kota Wisata Batu ini sering disalah pahami sebagai salah satu wilayah administratif dari Kabupaten Malang atau Kota Malang. Padahal sejak tahun 2001 Batu secara resmi berdiri sendiri, tidak lagi menjadi salah satu kecamatan di Kabupaten Malang. Memang benar, Batu masih bagian dari wilayah Malang Raya, bersama Kabupaten Malang dan Kota Malang. Tetapi secara administratif dan pemerintahan ketiganya merupakan wilayah yang berbeda. Saya sebagai warga asli Batu kadang merasa jera jika Batu disebut-sebut atau disama-samakan dengan Malang. 

Di usia yang masih terbilang muda, hampir 20 tahun, Batu tidak pernah berhenti berbenah. Khususnya pembangunan sektor pariwisata yang semakin pesat. Di kota ini selalu ada tempat wisata baru yang patut dijelajahi. Baru-baru ini, warga Desa Junrejo, Kecamatan Junrejo, menggagas berdirinya Bring Rahardjo. Sebuah pasar wisata ramah lingkungan yang menyuguhkan sajian kuliner tradisional khas daerah. Letaknya di RT 2 RW 7 Dusun Jeding, sekitar 9 kilometer dari balaikota Among Tani Batu. Berada di tengah rerimbunan pohon bambu yang menjulang tinggi, pasar ini semula hanyalah tempat pembuangan sampah warga. Seperti dilansir dalam harian Surya Malang (Desember, 2019), pasar yang diresmikan pada 15 Desember 2019 ini adalah hasil olah pikir dan kerja keras warga setempat yang peduli dan ingin mengubah lingkungan kumuh menjadi lebih produktif dan bermanfaat. 

Sebagai kota wisata, Batu tentu saja memiliki kuliner khas yang menjadi identitas daerah. Seperti buah apel dan hasil olahannya (keripik, sari buah dan dodol), bakso serta Pos Ketan Legenda. Tetapi, kuliner tradisional yang kental sekali dengan nuansa tempo dulu nampaknya tidak kalah menarik untuk diulik. Sajian-sajian tradisional yang dijual di pasar Bring Rahardjo nyatanya mampu menarik wisatawan untuk berkunjung. Tidak hanya warga sekitar, banyak pula warga luar daerah yang datang untuk mengobati kerinduan pada jajanan tempo dulu. Suasana yang teduh, asri dan ramah anak menjadi alasan lain pengunjung betah berlama-lama di tempat ini. Penasaran? Simak ulasan-ulasan berikut ini, ya!

Menyajikan Street Food Jadul yang Tak Lekang oleh Waktu

Ciri khas pasar Bring Rahardjo memang membawa kembali kenangan tempo dulu akan kejayaan kuliner tradisional daerah. Panganan-panganan kuno seperti cenil, lupis, sawut, horok-horok, ketan dan dawet digemari oleh banyak orang hampir dari seluruh tingkatan usia. Ada pula tiwul, gatot serta aneka jamu tradisional yang segar dan menyehatkan badan. Cenil ialah sebutan untuk jajanan pasar yang terbuat dari tepung kanji atau tapioka, kemudian diberi pewarna makanan (biasanya merah dan hijau). Warnanya menarik, rasanya pun unik. Manis, kenyal dan sedikit lengket. Bersama lupis, yang terbuat dari beras ketan, cenil disajikan dengan parutan kelapa serta saus karamel gula merah. Perpaduan dan proporsi yang pas antara keempat komposisinya menghasilkan cita rasa yang sempurna, legit dan gurih. Tidak heran jika panganan ini menjadi favorit banyak orang, termasuk saya. 

Sawut dibuat dari parutan singkong yang dikukus bersama serbuk gula merah (gula merah yang disisir), lalu disajikan dengan topping parutan kelapa. Jajanan lain yang juga diberi topping serupa adalah horok-horok. Tepung beras dan air yang dibentuk gumpalan, lalu dikukus hingga matang, kemudian diparut kasar sehingga menjadi remah-remahan dan akhirnya dicampur dengan parutan kelapa. Biasanya horok-horok diberi warna merah dan hijau. Sedangkan ketan, sebagaimana umumnya, berupa kukusan beras ketan yang pulen, legit dan gurih. Kadang dicampur dengan jagung manis pipil, sehingga cita rasanya semakin kaya dan lezat. Bedanya, di tempat ini topping ketan tidak cuma parutan kelapa. Ada pula topping bubuk kacang yang rasanya manis, asin dan sedikit pedas. Sementara dawet dibuat dari tepung beras yang disajikan dengan kuah santan dan gula merah. Sensasi segar dan manis seketika terasa ketika segelas dawet melewati kerongkongan. Apalagi kalau disajikan ketika dingin dan diberi es batu. Nyess! Untuk tiwul dan gatot merujuk pada olahan dari tepung pati dan singkong yang dimakan dengan parutan kelapa. Jamu-jamu seperti beras kencur, temulawak, serta kunyit asam dibuat secara alami dan manual dari rempah-rempah pilihan yang terjamin keasliannya. 

Hidangan lain yang lebih berat, seperti nasi pecel, nasi empok, lontong sayur, bakso dan nasi bakar daun, juga tak kalah lezatnya. Pecel ialah sebutan untuk kulupan, yaitu sayur-sayuran seperti kangkung, sawi, kembang turi hingga kecambah, yang direbus sampai matang, kemudian disiram dengan saus kacang. Dipadukan dengan nasi hangat, tempe, telur ataupun ayam goreng. Tidak lupa peyek dan kerupuk yang renyah. Makanan khas Jawa Timur ini memang tidak asing dan sudah terkenal di Indonesia. Sedangkan nasi empok ialah sebutan untuk menu nasi jagung. Nasi putih dan serbuk jagung dicampur dan dikukus bersama-sama hingga matang. Kemudian diberi lauk beraneka rupa seperti lodeh tahu tempe pedas, pokak, krengsengan krecek, kulupan (sayur rebus), mendol (perkedel tempe) dan ikan asin. Rasanya tak perlu diragukan. Nikmat dan lezat! Cita rasa khas yang unik dan kaya, membuat rindu suasana tempo dulu. Makanan ini tidak akan kita jumpai di tempat lain, hanya ada di Batu. Sedangkan lontong sayur merupakan hidangan lontong beras yang dimakan dengan orem-orem, yaitu sayur kuah santan seperti gulai atau opor. Biasanya berisi kentang, tahu dan tempe yang dipotong dadu, lalu ditambah kaldu ayam, ceker, atau udang. Untuk bakso dan nasi bakar yang dijual ialah hidangan yang dibuat dengan ciri khas gaya Malang-an. Seperti yang kita tahu, bakso Malang adalah bakso yang dikenal fenomenal di Indonesia. Untuk nasi bakar sendiri mempunyai aroma yang istimewa. Aroma ini dihasilkan dari proses pemanggangan daun pisang yang membungkus nasi berbumbu dengan isian lauk di dalamnya. 

Dulu panganan-panganan di atas bisa ditemukan dengan mudah di pasar-pasar maupun warung-warung di pinggir jalan, sehingga menjadi ragam street food asli khas Indonesia, khususnya Jawa. Kuliner legendaris yang mewakili corak budaya dan karakteristik bangsa. Namun sayang, sekarang semua itu tidak mudah kita temukan. Street food saat ini lebih didominasi berbagai olahan modern seperti boba, ayam geprek, mie setan-setanan, hingga makanan luar negeri seperti Korea, Jepang dan Thailand yang mulai menjamur di Indonesia. 

Meski demikian, Bring Rahardjo tetap teguh menyuguhkan sajian kuliner tradisional khas nusantara, seperti yang saya sebut di atas. Antusiasme pengunjung yang tinggi menunjukkan bahwa ragam kuliner tempo dulu nyatanya tidak pernah lapuk oleh waktu, pun tidak lekang dimakan zaman. Banyak orang yang ternyata merindukan panganan-pangan jadul ini. Apalagi harganya yang murah, berkisar antara tiga ribu sampai sepuluh ribuan, sayang sekali kalau tidak dicicipi dan dilewatkan begitu saja. Meskipun murah, tidak lantas menjadi alasan makanan-makanan jadul ini tidak lezat. Semua tetap dibuat oleh tangan-tangan berpengalaman yang telah mewarisi resep turun-temurun dari nenek moyang zaman dulu. Selain murah, pengunjung juga tidak perlu membayar tiket untuk masuk ke Bring Rahardjo. Gratis! Cukup mengikuti aturan untuk saling menjaga sesama dan lingkungan, pengunjung bisa memilih dan membeli jajanan apapun sesuai selera dengan leluasa. 

Hanya Buka pada Hari Minggu dan Menjadi Pusat Kegiatan Warga 

Meskipun bebas dikunjungi, sayangnya Bring Rahardjo hanya digelar setiap hari Minggu. Pada hari-hari biasa, Bring Rahardjo kembali menjadi lokasi rerimbunan pohon bambu di dekat sumber air yang menjadi jantung masyarkat setempat. Artinya, kita bisa menikmati sajian kuliner tempo dulu hanya pada hari Minggu ketika pasar beroperasi. Pada momen-momen tertentu, seperti kunjungan pejabat, rapat kerja pemerintah dan selamatan desa, pasar wisata Bring Rahardjo kadang digelar. Tetapi pengunjungnya tidak seramai hari Minggu sebagaimana lazimnya. 

Selain menjadi tujuan wisata, Bring Rahardjo juga menjadi pusat kegiatan masyarakat setempat. Kegiatan sosial seperti santunan anak yatim dan keluarga miskin juga beberapa kali diselenggarakan di tempat ini. Begitu pula tasyakuran atau selamatan desa dalam rangka peringatan HUT Kemerdekaan RI yang rutin setiap tahun digelar di pelataran punden, tidak jauh dari stand pasar. Bring Rahardjo bahkan menjadi pusat edukasi anak-anak sekolah ketika pandemi. Atas inisiatif para pemuda setempat, anak-anak difasilitasi dengan akses internet untuk sekolah daring, serta tutor untuk membantu dalam mengerjakan tugas sekolah. Hingga saat ini (di luar masa PPKM), lingkungan pasar wisata ini juga sering menjadi pusat kegiatan pembelajaran outdoor bagi anak-anak usia dini dan santri-santri TPQ terdekat. 

Mengusung Gagasan Konservasi Lingkungan yang Ramah Anak

Dilansir Kumparan Tugu Malang (April, 2021) konsep utama Bring Rahardjo ialah konservasi lingkungan dan cagar budaya. Di dekat rerimbunan pohon bambu yang menjadi lokasi pasar wisata, terdapat mata air yang disakralkan dan menjadi sumber kehidupan warga setempat, yaitu Sumber Tirto Mulyo. Adanya situs punden di lokasi ini pun erat kaitannya dengan sejarah berdirinya Junrejo. Oleh karena itu, demi menjaga kelestarian sumber dan alam sekitar, digagaslah Bring Rahardjo dengan memanfaatkan lahan terbengkalai di tengah pepohonan bambu yang rimbun dan menjulang tinggi. Sempat menjadi tempat pembuangan sampah yang tidak terurus, kini Bring Rahardjo menjelma sebagai destinasi wisata kuliner yang asri dan rapi. Senada dengan kondisi tersebut, stand-stand penjual makanan juga dibangun dengan memanfaatkan bambu, dahan-dahan dan dedaunan kering sebagai atapnya. Tak kurang ada sekitar tiga puluh stand kuliner yang beroperasi di tempat ini. Gazebo-gazebo bambu dan kayu didirikan di berbagai sudut guna menunjang kenyamanan pengunjung ketika menikmati makanannya. Tempat sampah juga disediakan cukup banyak, sehingga tidak ada alasan lagi untuk membuang sampah sembarangan. Sebagai wisatawan yang baik, pengunjung diharapkan turut bertanggung jawab untuk menjaga kebersihan dan keindahan lokasi bazar kuliner. Bukan malah merusak fasilitas yang tersedia demi keindahan feed instagram dan kesenangan semata. Berwisata secara bijaksana hendaknya juga dimaknai dengan berwisata tanpa merusak alam. 

Selain ramah lingkungan, Bring Rahardjo juga diklaim sebagai lokasi wisata yang ramah anak. Masih di area yang sama, di dekat sumber mata air dan pasar, dibangun kolam pemandian khusus untuk anak-anak. Di tempat ini anak-anak bisa bermain air sepuasnya. Airnya pun bersih dan jernih. Ada pula galeri seni yang tak jauh dari lokasi pasar dan bisa menjadi sarana edukasi bagi anak-anak. Mereka bisa belajar tentang seni rupa, khususnya seni lukis dan pahat. Tak hanya itu, anak-anak dari lingkungan setempat juga piawai mempertunjukkan kesenian musik gamelan yang dipadukan dengan perkusi. Seni musik kontemporer ini ditampilkan secara apik dan kompak di panggung kreasi yang ada di tengah pasar. Komplit bukan? Sembari menikmati hidangan tempo dulu, kita bisa merasakan embusan angin yang sejuk di antara pepohonan bambu dan pemandangan alam yang hijau menyegarkan mata, serta dihibur oleh musik kontemporer yang memanjakan telinga. 

Manfaat yang Dirasakan oleh Warga Lokal

Kehadiran pasar wisata Bring Rahardjo telah memberikan dampak yang nyata bagi warga setempat. Menurut penuturan para pelaku pasar, terutama penjual makanan, adanya Bring Rahardjo turut menambah pundi-pundi ekonomi mereka. Pasar ini telah menjadi lumbung baru bagi warga sekitar untuk meningkatkan pendapatan mereka dengan berjualan panganan tradisional. Salah seorang penjual nasi bakar mengaku senang sekali karena makanan buatannya selalu habis terjual. Pelanggannya bahkan berasal dari luar kota seperti Mojokerto, Malang, Pasuruan hingga Surabaya. Karena banyaknya permintaan, ia sampai harus membuat nasi bakar di luar jam operasional pasar dan melayani pembeli dari rumahnya. Warga lainnya turut menambahkan, dengan berjualan di Bring Rahardjo mereka bisa mengisi waktu luang sambil menghasilkan uang. Ini tentu sangat positif terutama bagi para janda yang ada wilayah setempat. Mereka yang sebelumnya anteng-antengan di rumah, kini jadi lebih aktif dan produktif serta memiliki penghasilan. 

Hakikatnya, Bring Rahardjo merupakan simbol kebersamaan dan semangat gotong royong warga Desa Junrejo. Semangat ini ditunjukkan dengan kekompakan ketika membangun pasar wisata, membersihkan, merapikan dan mempercantik area hutan bambu lalu menyulapnya menjadi lumbung pendapatan warga. Dalam menjaga pasar wisata pun mereka senantiasa bergerak bersama-sama. Tak pelak, Bring Rahardjo telah menjadi sarana silaturahmi tersendiri bagi warga setempat. Sarana berkumpul dan bertukar pikiran, sekaligus wadah aspirasi yang berasal dari warga, oleh warga dan untuk warga. Semakin dikembangkan, semakin banyak pula orang luar daerah yang mengenal Bring Rahardjo. Tempat ini semakin ramai dikunjungi dan tentu saja sedikit banyak berimbas pada kesejahteraan warga sekitar. 

Menjadi Aset Keanekaragaman Budaya Nusantara yang Patut Dibanggakan

Dengan segudang keunikan dan daya tariknya, mulai dari ragam street food tradisional, lingkungan alam yang hijau dan asri, serta kekayaan budaya masyarakat setempat, patut kiranya Bring Rahardjo dijadikan sebagai salah satu aset daerah yang berharga. Dan, sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk menjaga, melindungi, melestarikan serta mengembangkannya. Ragam kuliner yang unik dan menarik di dalamnya mungkin tidak akan pernah kita temui di belahan dunia yang lain. Resep-resep turun-temurun ini juga merupakan hasil cipta karsa dan budaya khas bangsa. Sehingga sudah sepantasnya untuk dilestarikan agar tidak punah ditelan zaman. Lagipula, diversifikasi pangan adalah kunci ketahanan pangan. Dengan keanekaragaman olahan pangan di daerah tentu akan terus mendongkrak produksi bahan pangan di tingkat daerah maupun nasional. Harapan ke depannya, ketahanan pangan dapat tercapai dengan maksimal melalui kampanye makan makanan lokal dan ragam kuliner nusantara. 

Yang tidak kalah penting adalah kita wajib menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Bring Rahardjo, yang identik dengan wisata kuliner bernuansa alam, membutuhkan lingkungan yang tetap terjaga dan tidak tercemar agar terus beroperasi dan semakin berkembang. Bayangkan apa jadinya jika lingkungan setempat tidak dijaga dengan baik, dibiarkan kumuh dan tidak terawat. Mungkin tidak akan ada Bring Rahardjo dalam catatan sejarah desa Junrejo. Setelah ada, kewajiban sekarang adalah memelihara dan mempertahankan. Itulah kenapa menjaga lingkungan hidup menjadi penting sekali untuk digalakkan. Dengan menjaga kelestarian lingkungan hidup, kita telah berkontribusi untuk menjaga keanekaragaman kuliner nusantara yang ditawarkan oleh Bring Rahardjo. Melestarikan budaya, termasuk kuliner tradisional khas daerah, artinya ikut menjaga lingkungan. 

Menjaga Kelestarian Alam dan Mengembangkan Potensi Sekitar

Kita patut bersyukur dan bangga, Tuhan menganugerahkan keanekaragaman budaya, alam, serta kuliner yang melimpah ruah di seluruh penjuru nusantara. Keanekaragaman ini merupakan nikmat yang mungkin tidak ada di negara lain. Sebelum terkikis oleh modernisasi, kekayaan ini harus kita rawat sebaik mungkin dengan penuh tanggung jawab agar kelak bisa diwariskan kepada generasi anak cucu di masa depan. 

Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk melestarikan kekayaan nusantara. Termasuk Being Rahardjo yang mencakup kekayaan ragam kuliner, alam dan budaya daerah. Beberapa cara yang bisa dilakukan di antaranya yaitu:

  • Mencintai kuliner tradisional nusantara, seperti jajan pasar dan menu khas daerah, layaknya harta berharga. Kuliner nusantara juga merupakan peninggalan budaya asli bangsa dari generasi terdahulu yang perlu dilestarikan. 
  • Mengenalkan atau mempromosikan kuliner nusantara ke luar daerah maupun luar negeri. Tidak perlu merasa malu dan minder dengan kuliner tempo dulu. Justru kita seharusnya bisa membawa cita rasa khas nusantara ini bersaing dengan kuliner modern yang saat ini sedikit banyak dipengaruhi oleh gaya negara lain. Kuno bukan berarti primitif, melainkan eksotis dengan daya tariknya sendiri. 
  • Mengajarkan dan mewariskan resep turun-temurun kepada generasi muda. Agar tidak terkikis oleh zaman, generasi anak cucu perlu belajar dan berlatih membuat hidangan-hidangan tempo dulu. Dengan begitu, makanan-makanan ini bisa terus dibuat meski generasi tua telah berlalu.
  • Berkreasi dan berinovasi tanpa menghilangkan unsur asli yang menjadi ciri khas kuliner nusantara. Ide dan kreativitas memang tanpa batas. Memodifikasi resep jajanan tempo dulu sesuai selera pun memang tidak dilarang. Namun, resep-resep otentik kuliner tradisional tetap harus dipertahankan. Pakem-pakemnya tidak boleh dilupakan agar identitas budaya nusantara tetap nampak dan kental terasa.
  • Berpartisipasi aktif dalam kampanye cinta alam. Demi menjaga kelestarian lingkungan yang menopang ragam budaya dan kuliner nusantara, kita harus turut berkontrubusi nyata. Mulai dari yang paling sederhana seperti tidak membuang sampah sembarangan, menjaga kebersihan lingkungan, serta meningkatkan kepedulian terhadap kondisi sekitar. 
  • Menjadi wisatawan yang cerdas. Berwisata dengan cerdas dan bijak artinya turut bertanggung jawab menjaga kelestarian tempat wisata. Update di sosial media tentang aktivitas berwisata memang sudah menjadi gaya hidup masa kini yang sulit dihindari. Tetapi merusak tempat wisata yang dikunjungi adalah gaya hidup yang norak dan tidak manusiawi. 

Terakhir, Tuhan telah melimpahkan anugerah yang begitu besar di bumi nusantara ini. Mulai dari keanekaragaman flora, fauna, wisata, budaya hingga kuliner khas. Kewajiban kita semua untuk senantiasa bersyukur, memelihara dengan penuh tanggung jawab, serta mengembangkan potensi menjadi lebih maju demi kesejahteraan bersama. Bring Rahardjo adalah salah satu bukti nyata wisata daerah yang memuat ragam kuliner, alam serta budaya. Kita bisa mengobati rindu pada jajanan pasar dan aneka makanan tempo dulu di tempat yang ramah lingkungan dan dekat dengan alam. Kelestarian tempat wisata ini harus selalu dijaga bersama-sama agar tetap ada dan bisa dinikmati oleh generasi mendatang, baik lokal, domestik maupun manca negara. 

Referensi

  1. Zaenuddin H.M., Asal usul Kota-kota di Indonesia Tempo Doeloe. Cetakan I: Oktober 2013. ISBN 978-602-11-3930-1. hal. 63-68
  2. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kota_Batu. Diakses pada 2021-08-16.
  3. https://kumparan.com/tugumalang/wisata-bring-rahardjo-kota-batu-suguhkan-kuliner-tradisional-bernuansa-alam-1vUG0nhYxPh. Diakses pada 2021-08-16.
  4. https://suryamalang.tribunnews.com/amp/2019/12/15/pasar-wisata-bring-rahardjo-dibuka-di-junrejo-kota-batu. Diakses pada 2021-08-16.
  5. https://www.malangtimes.com/amp/baca/44276/20190922/174300/suasana-tempo-doeloe-pasar-bring-rahardjo-hadir-di-desa-junrejo-kota-batu. Diakses pada 2021-08-16.
  6. https://m.liputan6.com/amp/4535959/bring-rahardjo-dari-tempat-buang-sampah-jadi-spot-nongkrong-asyik-di-batu-malang. Diakses pada 2021-08-16.


Alfia D. Masyitoh
Sometimes you may find me as Marcellina Kim. Lifestyle blogger, content writer and clodi enthusiast who loves EXO Baekhyun and SF9 Rowoon. Part of EXO-L and Fantasy.

Related Posts

4 comments

  1. Seru banget pasarnya ya semoga pandemi cepat usai biar bisa main ke sana

    ReplyDelete
  2. Aamiin aamiin. Sebetulnya pandemi tetap buka bun, prokes juga. Tapi PPKM yang gak kelar-kelar ini jadi ditutup dulu sementara. Padahal udah kangen makan nasi empok..

    ReplyDelete
  3. AAAAAA pengen ke batu. Aku hampir dua bulan di malang tapi belom pernah kesana :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. PPKM ini sementara tutup mbak pasarnya. Banyak tempat wisata yg tutup, kabarnya malah ada yg terancam ditutup permanen.. Masih rumor sih. Belum tau kondisi langsung di sana gimana, udah lama juga aku gak pulkam. Kangen hiks :(

      Delete

Post a Comment