Aku berlari ke lift setelah memarkir mobil di luar hotel. Aku sudah menduga akan banyak orang yang datang. Tapi aku tak menyangka akan sebanyak ini, sampai aku tidak kebagian space untuk mobilku.
Sialnya lagi, gaunku sempat tersangkut di tas seorang wanita paruh baya. Untungnya wanita itu pengertian, malah ia membantu melepaskan lilitan gaunku di tasnya. Mungkin wanita itu melihat wajahku yang memerah berpeluh karena berlarian tergesa-gesa.
“Kamsahamnida… Jeosonghamnida…” Aku tak henti-henti mengucapkan dua kalimat itu setelah gaunku berhasil terlepas sepenuhnya.
Ahh, mungkin seharusnya aku memang tidak datang ke tempat ini. Lagian, kenapa sih bikin acara di sini, kenapa nggak cari tempat yang lebih besar aja?! Aku ngedumel sendiri dalam hati, sambil mengutuk mantan pacarku yang akan aku hadiri pernikahannya.
Orang-orang pasti berpikir aku tidak waras, karena masih bersedia menghadiri undangan pernikahan mantan pacar yang sudah terang-terangan mengkhianatiku. Araaa… Aku tahu ini tidak berguna dan mungkin hanya menyakiti diriku sendiri. Tapi aku benar-benar mencintai laki-laki ini.
Aku sangat memujanya—atau setidaknya pernah sangat memujanya. Itulah mengapa aku ingin mengantarnya sebelum memasuki gerbang kehidupannya yang baru bersama perempuan lain. Terdengar naif memang, tapi aku sungguh ingin melihatnya untuk yang terakhir kali.
Aku lalu memastikan kembali penampilanku dari bayangan yang terpantul di lift menuju venue. Well, aku terlihat baik-baik saja. Meski sejujurnya hatiku memang hancur berkeping-keping. Tapi aku yakin bahwa aku kuat. Aku sudah siap. Bukankah aku sendiri yang memutuskan untuk memenuhi undangan ini?
****
Jantungku berdegup kencang ketika melangkahkan kaki memasuki ballroom yang penuh dekorasi warna ungu. Acara sudah hampir dimulai, mungkin aku tamu undangan terakhir yang datang. Degup jantungku semakin tak karuan ketika aku mendekati tempat duduk yang dekat sekali dengan pelaminan.
Dari tempat ini aku bisa melihat mantanku dengan jelas. Ia begitu gagah dengan setelan tuxedo putih. Ahh, kenapa harus warna putih. Aku paling tidak kuat melihatnya memakai setelan putih. Gaya ini benar-benar favoritku dan memang cocok sekali dengannya. Rowoon tidak cuma tampan, ia punya proporsi tubuh ideal, yang membuatnya selalu terlihat mempesona dengan apapun yang ia kenakan. Namun harus kuakui, ia paling menawan dengan setelan jas putih seperti sekarang. Ia benar-benar sempurna.
Sempurna? Ari-ah, sadarlah! Ya Tuhan, apa yang terjadi denganku. Lelaki itu sudah menjadi suami orang. Kenapa aku masih seperti ini? Sadarlah!
Aku sibuk menata hatiku selama acara berlangsung. Aku kira aku siap menghadapi hal ini. Ternyata aku rapuh juga. Aku bahkan tidak memperhatikan pengantin perempuan yang berjalan menuju pelaminan. Mataku hanya tertuju kepada Rowoon. Sekuat tenaga aku menepis perasaan cemburu saat ia menggenggam tangan perempuan lain yang kini resmi menjadi istrinya itu.
Akal sehatku berkata bahwa aku baik-baik saja. Lagipula kami sudah berpisah satu tahun lalu. Tapi… Ahh, molla. Aku tidak bisa menggambarkan perasaanku saat ini. Campur aduk sekali rasanya.
Di mataku terlihat jelas sekali raut kebahagiaan Rowoon. Seharusnya aku turut berbahagia dengan pernikahannya. Tapi kenapa tiba-tiba hatiku terasa seperti hampa. Ada perasaan kecewa dan luka yang meledak-ledak di dadaku. Padahal seharusnya aku bersyukur karena Tuhan masih menyayangiku dengan tidak mempersatukan kami. Tuhan menunjukkan pengkhianatan Rowoon padaku tepat setelah tiga tahun kami berpacaran.
Seketika kenangan-kenangan masa lalu menyerbuku. Dadaku sesak sekali, seperti dihantam batu besar. Mataku terasa panas. Uljima, Ari-ah… Uljima!! Aku tidak boleh menangis di sini. Tidak mungkin aku menangis di tengah riuhnya tepuk tangan para tamu undangan yang menyoraki Rowoon dan istrinya. Aku harus kuat. Aku pasti kuat. Aku bisa…
“Noona!”
Aku terkejut dan memalingkan badan ketika seseorang menepuk pundakku.
“Kang Chani! Wah, akhirnya aku melihat wajah yang tidak asing.” Kulihat Chani dan Inseong bersama member SF9 lainnya turut hadir. “Oppa-deul, annyeong!” sapaku kepada mereka.
Kami semua saling mengenal. Mereka tahu aku tergila-gila kepada Rowoon. Meski tidak pernah dipublikasikan ke media, tapi Rowoon terbuka tentang hubungan kami kepada membernya.
Sama sepertiku, mereka juga tidak tahu bahwa Rowoon diam-diam mendekati perempuan lain—yang sekarang di pelaminan—ketika kami masih menjalin hubungan. Justru merekalah yang berpihak padaku saat Rowoon kedapatan selingkuh di belakangku. Terutama Chani si maknae, member paling bungsu, yang memang sudah seperti adik kandung bagi Rowoon. Tingkah imut, aegyo dan ulahnya selalu berhasil menghiburku saat aku benar-benar hancur dan patah hati.
“Noona baik-baik saja?” tanya Chani.
“Tentu saja. Kamu tahu aku ‘kan wonder woman?” aku berusaha menyembunyikan mataku yang berkaca-kaca.
Chani menggamit tanganku untuk duduk di sebelahnya. Ini lebih baik daripada aku berada di tengah-tengah orang yang tidak aku kenal. Tamu undangan lainnya adalah para pekerja di dunia entertain. Sebagian besar adalah wajah-wajah yang biasa aku lihat di televisi dan dunia maya. Tapi tidak ada satu pun yang aku kenal di dunia nyata.
Kadang aku lupa kalau Rowoon adalah public figure. Ia punya segudang kesibukan, mulai dari menyanyi, menjadi model, hingga bermain drama. Belum lagi aktivitas solonya yang selalu padat merayap. Bisa dibilang, ia yang paling sibuk dibandingkan member SF9 lainnya.
****
Inseong menghampiriku dengan membawa segelas minuman di tangannya. “Gomawoyo! Oppa sepertinya tahu sekali kalau dari tadi aku kehausan,” ucapku.
“Tidak mudah melihat mantan bergandengan tangan dengan orang lain. Kamu butuh banyak kekuatan, Ari-ssi.” Inseong menyemangatiku.
Aku meneguk perlahan minuman dari Inseong. Rasanya cukup menyegarkan kerongkongan yang kering karena aku tidak minum atau makan apapun sejak datang ke sini. Aku terlalu sibuk mengendalikan perasaan sampai-sampai melewatkan berbagai hidangan lezat yang tersaji di depan mata. Sensasi dingin menjalar di tenggorokan, seolah menyejukkan sedikit demi sedikit dadaku yang sedari tadi terasa panas dan sesak.
Sejenak kemudian, aku kembali terdiam. Kupandangi sekitarku dengan senyum hampa. Semua orang bergembira menyaksikan kedua mempelai yang tengah berbahagia.
Yah, mereka adalah sepasang aktor dan aktris yang memang sudah lama dijodoh-jodohkan oleh fans masing-masing. Hubungan mereka pasca terlibat dalam sebuah projek drama selalu disemogakan oleh khalayak. Pernikahan ini tentu saja menjadi kabar bahagia yang mereka nantikan.
Aku menghela nafas panjang dan dalam. Kuletakkan gelas di tangan kananku ke atas meja.
Sementara itu, Chani menarik tanganku yang lain. Jari-jari lentiknya terasa begitu erat menggenggamku seakan ingin menyalurkan segenap kekuatan untukku. Aku menoleh dan tersenyum padanya. Ia memang dongsaeng yang menggemaskan, tetapi hatinya sangat lembut dan penyayang.
****
Sepanjang sisa acara berlangsung, aku berusaha tidak melihat ke arah pelaminan. Chani tidak melepaskanku dari jangkauannya. Mungkin ia mengkhawatirkanku. Saat sesi foto pun Chani lah yang menguatkanku. Ia terus memegang tanganku seperti ibu yang memegangi tangan anaknya di tengah taman hiburan, yang takut anaknya hilang atau tersesat di antara keramaian.
Ia bahkan mengenalkanku kepada teman-teman artisnya yang lain. Malu sekali rasanya. Tapi itu cukup menghiburku, sehingga aku bisa melupakan perasaanku yang rumit.
“Noona harus makan yang banyak. Nanti malam tidur yang nyenyak. Kalau tidak bisa tidur, noona bisa meneleponku.”
“Aigoo.. Uri dongsaengi bawel sekali. Memangnya kamu mau apa kalau aku tidak bisa tidur?”
“Apa saja. Aku bisa mengajak noona ngobrol. Aku juga bisa bernyanyi. Meskipun bukan main vocal, noona mengakui sendiri ‘kan kalau suaraku bagus? Aku bisa semuanya, selain jadi badut di taman hiburan, haha!”
Chani tidak berhenti bercanda. Sampai acara selesai, ia terus menemaniku sehingga aku tidak sempat merasa sendirian. Tanpa sadar, celoteh-celoteh Chani justru bisa membuatku sejenak lupa kepada Rowoon.
Ia juga mengantarku sampai ke mobil. Sepanjang jalan ia bercerita banyak hal. Katanya, minggu lalu ia pergi ke tempat sauna dengan Dawon dan Inseong. Karena kalah permainan, Inseong harus mentraktir mereka pizza bulgogi.
“Aish… Pizza bulgogi tidak ada apa-apanya bagi Inseong. Seharusnya kamu memanfaatkan black card-nya lebih banyak lagi,” aku menanggapi.
“Karena itulah aku menyesalinya sampai sekarang. Seharusnya aku minta yang lebih mahal.”
Chani tiba-tiba berhenti dan menggenggam tanganku lagi. Langkah kami terhenti di tengah jalan. Ia memandangku dengan muka serius yang tidak bisa kuartikan.
“Sekarang Noona tidak perlu berpura-pura kuat. Aku tahu noona dari tadi menahan diri agar tidak menangis ‘kan? Noona ingin cepat-cepat pergi ‘kan?”
“Apakah terlihat begitu jelas?”
“Tidak juga. Tapi di mataku noona jelas tidak bisa melepas pandangan dari Rowoon hyung.”
“Chani-ah, kamu tahu sendiri aku sangat menyukai dia. Aku bahkan menutup mata ketika tahu dia selingkuh di belakangku karena kupikir dia masih bisa kembali padaku. Aku selalu berusaha mengerti kesibukannya dengan tidak menuntut ini-itu, karena aku tidak ingin membebani dirinya.”
“Tiga tahun kalian berpacaran, selama itu pula Noona selalu mengalah. Awalnya mungkin baik-baik saja, tidak masalah. Tapi lama-lama Rowoon hyung selalu berdalih dengan kesibukannya sendiri. Aku merasa kasihan kepadamu, Noona.”
Chani benar. Selain visualnya yang tanpa cela, Rowoon punya satu kekurangan yaitu komitmen. Hubungan kami memang terlihat baik-baik saja di luar. Kami terlihat selalu menikmati momen ketika sedang bersama. Padahal di balik itu, aku selalu menahan rindu sendirian. Aku selalu meluangkan waktu setiap pekan untuknya, tapi ia sering tidak bisa ditemui. Aku selalu memberi perhatian dan kasih sayang yang tak terkira, tapi ia tidak pernah membalas sebesar aku berikan padanya.
Salahku memang, aku yang lebih dulu mengejarnya. Mungkin ia jenuh. Tapi aku masih terus berharap ia bisa membuka hati sepenuhnya untukku. Itulah sebabnya aku sulit melupakan Rowoon meski sudah tahu bahwa ia mengkhianatiku. Karena terlalu sering kecewa, lama-lama aku menyerah dan melepaskannya. Walaupun sampai kemarin aku masih menanyakan kabarnya kepada para member.
Aku merasa sangat bodoh, kecewa dan terluka. Air mata yang sejak tadi kutahan akhirnya jatuh juga. Kakiku lemas tak berdaya. Dadaku panas, sesak, berat sekali rasanya.
Chani menggenggam tanganku semakin kuat. Ia menarikku untuk duduk di gazebo terdekat. Aku tidak kuat lagi. Kusandarkan kepalaku di pundaknya. Chani hanya diam dan membiarkanku menangis di sana. Lama sekali…
“Kamu bodoh, Choi Ari! Seharusnya kamu tidak datang ke sini. Kamu sok kuat dan malah berakhir begini!” aku merutuki diri sendiri.
“Sejujurnya aku tidak mengerti kenapa Noona mau datang ke sini. Tapi aku tidak menyalahkan jika keputusan ini bisa membuat Noona lebih tegar menghadapi hari esok. Aku akan selalu mendukung dan menemanimu, Noona!”
Sungguh ini pelajaran berharga bagiku. Jangan mengulangi kebodohan ini, Ari-ah! Kamu harus bangkit. Kebahagiaanmu adalah tanggung jawabmu. Maka jangan berharap apapun kepada orang lain, kalau kamu tidak mau kecewa. Semoga kelak kamu menemukan lelaki yang memang pantas untukmu!
****
Tulisan ini terinspirasi dari mimpi yang pernah dialami penulis dan dibuat untuk memenuhi persyaratan Open Recruitment Komunitas ODOP (One Day One Post) tahun 2024. Nama-nama yang ada di dalamnya terinspirasi dari nama-nama member boygroup SF9 yang sangat digemari penulis. Namun cerita, setting waktu dan latar adalah murni fiktif.
Rowona... Nappeunnom....
ReplyDeletemba aku bacanya cengengesan sendiri. Tapi aku suka...
Tau nggak, habis nulis ini aku jadi feeling guilty ke Rowoon. Cowok baik2, aku jadiin redflag, mana rivalnya adeknya sendiri pula. Mas Rowoon maap ya mas, adekmu yang mulai duluan sih wkwkwk...
Deletewaduuu..noona wake up, wake up noona,...lucuu ceritanya hahaha saking nge-fans sampe masuk mimpi yaa
ReplyDeletePadahal aku tuh gapernah halu2in chani mbak, malah disamperin di mimpi. Mode brutal ugal2an pula, so sweet banget ottokeee... Gimana aku gak ambyar, gak meleyot terkiwir2 coba :")
DeleteBeneran bisa menghubungkan sekali ya noona antara syarat buat oprec dengan ayang rowoonnya hahahahahaha
ReplyDeleteJadi pas pendaftaran oprec hari terakhir itu aku beneran gak ada ide sama sekali. Yang di pikiranku cuma Chani, jadilah aku nulis ini.
Delete*duh mas rowoon maap mas aku oleng ke adekmu
ini kalau dibuat novel lanjutan bagus deh mbak, paragraf awal menggellitik dan bikin penasaran buat lanjut sampai akhir. Dan berkarakter bingit
ReplyDeleteJangan mbak, kacau.. Kacauuu... Hahaha. Lha aku yang nulis ini, aku aja malu pas baca sendiri. Memalukan sekali ini tulisan setelah aku pikir2. Tapi udah terlanjur publish juga, mau di take down jadi eman. Wkwkwk...
Delete